Apapun alasan Anda, bila benar-benar
ingin mempertahankan perkawinan, maka yang paling Anda butuhkan adalah kemauan
untuk memaafkan suami. Perkawinan mungkin memang bisa diselamatkan, tapi
kalau Anda tak kunjung bisa memaafkan kesalahan suami, apakah Anda mau tersiksa
di sepanjang sisa hidup Anda?
Namun, sebelum meminta bantuan profesional, Anda masih harus melewati satu tahapan lagi, dan bisa jadi tahapan ini justru merupakan babak yang paling krusial dan bikin deg-degan. Anda mungkin sudah bulat untuk mempertahankan perkawinan, tapi bagaimana dengan suami? Kalau suami sama-sama ingin memperbaiki perkawinan,Anda bisa lanjut ke tahap berikutnya.
Tapi, bagaimana kalau ternyata suami justru ingin mengakhiri perkawinan dan memilih selingkuhannya ketimbang Anda? Atau, dia keukeuh tidak mau melepaskan selingkuhannya (dengan berbagai alasan) meskipun masih ingin melanjutkan perkawinan dengan Anda, siapkah Anda menerima kenyataan itu? Pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda, tentu berikut semua konsekuensinya.
Tapi, seandainya suami menyesali pengkhianatannya, berjanji tidak akan melakukannya lagi, dan sama-sama ingin mempertahankan perkawinan. Kalau ini yang terjadi, Anda bisa memulai proses memaafkan. Kalau memang upaya itu dirasa terlalu berat bila diatasi sendiri, segeralah mencari bantuan profesional. Misalnya dengan berkonsultasi ke psikolog atau mengikuti terapi penyembuhan holistik ke ahlinya yang belakangan ini banyak ditawarkan. Sembari melakukan itu, ada baiknya Anda juga mendekatkan diri kepada Tuhan, untuk meminta keikhlasan dan daya untuk memaafkan suami.
Tak ada proses instan
Acceptance atau penerimaan adalah hal pertama yang Anda butuhkan sebelum memasuki tahap memaafkan. Bukan menerima (memaklumi) tindakan perselingkuhan yang dilakukan suami, melainkan menerima kenyataan bahwa semua manusia bisa melakukan kesalahan, termasuk diri Anda sendiri. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk diri Anda sendiri. Dengan penerimaan itu pula, kita akan menjadi lebih rendah hati untuk memulai proses memaafkan.
Namun, memaafkan tentunya bukan proses instan, apalagi sim salabim. Pasalnya, manusia bukan hanya memiliki hati, tapi juga otak. Hati Anda mungkin sudah siap untuk memberi maaf, tapi otak Anda telanjur menyimpan memori tersebut dan terus aktif 'memutar film' perselingkuhan suami. Akibatnya, niat untuk memaafkan surut kembali.
Seperti kata pakar penyembuhan holistik Reza Gunawan, memaafkan adalah proses yang terjadi di hati, sedangkan melupakan adalah proses di otak. Beda sistem kerjanya, tapi bukannya sama sekali tak bisa disinkronkan. Yang dibutuhkan adalah niat yang kuat untuk memaafkan dengan tulus, melupakan boleh menyusul kemudian. Bukankah ada pepatah 'waktu akan menyembuhkan luka'?
It takes time to forgive, and more time to forget. Kalau memang Anda berniat mempertahankan perkawinan, memaafkan mutlak diperlukan untuk kedamaian jiwa Anda sendiri.
“Karena, memaafkan adalah sebuah pembebasan bagi hati dan jiwa. Tak perlu memasang target kapan Anda akan bisa memaafkan, jalaninya saja prosesnya dengan ikhlas. Setiap kali otak Anda memutar kembali film basi itu, segera usir dengan memikirkan atau melakukan kegiatan yang membuat Anda gembira. Hindari pula mengungkit-ungkit lagi perselingkuhan itu di depan suami. Kalau hati dan mulut Anda sudah mengatakan siap untuk memaafkan, jangan lagi menoleh ke belakang,” Yatie menyarankan.
Namun, bila setelah sekian lama Anda tak kunjung mampu memaafkan, lebih baik berhentilah menyiksa diri. Mungkin bercerai adalah langkah yang terbaik. “Karena, sering kali terjadi, setelah bercerai seseorang justru mulai bisa memaafkan pasangannya,” Yati menambahkan.
Namun, sebelum meminta bantuan profesional, Anda masih harus melewati satu tahapan lagi, dan bisa jadi tahapan ini justru merupakan babak yang paling krusial dan bikin deg-degan. Anda mungkin sudah bulat untuk mempertahankan perkawinan, tapi bagaimana dengan suami? Kalau suami sama-sama ingin memperbaiki perkawinan,Anda bisa lanjut ke tahap berikutnya.
Tapi, bagaimana kalau ternyata suami justru ingin mengakhiri perkawinan dan memilih selingkuhannya ketimbang Anda? Atau, dia keukeuh tidak mau melepaskan selingkuhannya (dengan berbagai alasan) meskipun masih ingin melanjutkan perkawinan dengan Anda, siapkah Anda menerima kenyataan itu? Pilihan sepenuhnya ada di tangan Anda, tentu berikut semua konsekuensinya.
Tapi, seandainya suami menyesali pengkhianatannya, berjanji tidak akan melakukannya lagi, dan sama-sama ingin mempertahankan perkawinan. Kalau ini yang terjadi, Anda bisa memulai proses memaafkan. Kalau memang upaya itu dirasa terlalu berat bila diatasi sendiri, segeralah mencari bantuan profesional. Misalnya dengan berkonsultasi ke psikolog atau mengikuti terapi penyembuhan holistik ke ahlinya yang belakangan ini banyak ditawarkan. Sembari melakukan itu, ada baiknya Anda juga mendekatkan diri kepada Tuhan, untuk meminta keikhlasan dan daya untuk memaafkan suami.
Tak ada proses instan
Acceptance atau penerimaan adalah hal pertama yang Anda butuhkan sebelum memasuki tahap memaafkan. Bukan menerima (memaklumi) tindakan perselingkuhan yang dilakukan suami, melainkan menerima kenyataan bahwa semua manusia bisa melakukan kesalahan, termasuk diri Anda sendiri. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk diri Anda sendiri. Dengan penerimaan itu pula, kita akan menjadi lebih rendah hati untuk memulai proses memaafkan.
Namun, memaafkan tentunya bukan proses instan, apalagi sim salabim. Pasalnya, manusia bukan hanya memiliki hati, tapi juga otak. Hati Anda mungkin sudah siap untuk memberi maaf, tapi otak Anda telanjur menyimpan memori tersebut dan terus aktif 'memutar film' perselingkuhan suami. Akibatnya, niat untuk memaafkan surut kembali.
Seperti kata pakar penyembuhan holistik Reza Gunawan, memaafkan adalah proses yang terjadi di hati, sedangkan melupakan adalah proses di otak. Beda sistem kerjanya, tapi bukannya sama sekali tak bisa disinkronkan. Yang dibutuhkan adalah niat yang kuat untuk memaafkan dengan tulus, melupakan boleh menyusul kemudian. Bukankah ada pepatah 'waktu akan menyembuhkan luka'?
It takes time to forgive, and more time to forget. Kalau memang Anda berniat mempertahankan perkawinan, memaafkan mutlak diperlukan untuk kedamaian jiwa Anda sendiri.
“Karena, memaafkan adalah sebuah pembebasan bagi hati dan jiwa. Tak perlu memasang target kapan Anda akan bisa memaafkan, jalaninya saja prosesnya dengan ikhlas. Setiap kali otak Anda memutar kembali film basi itu, segera usir dengan memikirkan atau melakukan kegiatan yang membuat Anda gembira. Hindari pula mengungkit-ungkit lagi perselingkuhan itu di depan suami. Kalau hati dan mulut Anda sudah mengatakan siap untuk memaafkan, jangan lagi menoleh ke belakang,” Yatie menyarankan.
Namun, bila setelah sekian lama Anda tak kunjung mampu memaafkan, lebih baik berhentilah menyiksa diri. Mungkin bercerai adalah langkah yang terbaik. “Karena, sering kali terjadi, setelah bercerai seseorang justru mulai bisa memaafkan pasangannya,” Yati menambahkan.
No comments:
Post a Comment